Terhitung hampir satu pekan ini media di Indonesia baik itu media cetak, elektronik, maupun digital dijejali berita tentang pro kontra penangkapan 65 punkers di Aceh, bahkan peristiwa ini juga berimbas pada munculnya aksi solideritas di beberapa kota di Indonesia dan beberapa lagi negara lain. Peristiwa ini dimulai dari penangkapan 65 punkers di Taman Budaya Banda Aceh pada tanggal 10 Desember 2011 yang kemudian diikuti dengan keputusan pemerintah kota Banda Aceh memberikan pembinaan di SPN Seulawah sebelum mereka dikembalikan kepada keluarga masing-masing. Dalam proses itu beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada masalah HAM menuding bahwa terdapat pelanggaran HAM dalam kasus ini, mulai dari penangkapan punkers itu hingga dipotongnya rambut mereka saat akan memulai masa pembinaan. Selain itu yang menjadikan peristiwa ini begitu populer adalah tudingan adanya kriminalisasi punk oleh berbagai pihak.
![]() |
photo by endofthelinefilm |
Saya bukan simpatisan apalagi penganut budaya dan ideologi punk. Namun demikian secara pribadi saya tidak sepakat dengan kriminalisasi punk oleh berbagai pihak. Secara umum selama punkers-punkers itu tidak mengganggu dan berbuat onar idealnya masyarakat bisa menerima dan hidup berdampingan dengan mereka. Toh kita tidak boleh menutup mata bahwa dari sekian banyak punkers pasti ada punkers yang baik hati dan lebih humanis dibandingkan mereka yang mengklaim sebagai ahli surga.