Monday, January 24, 2011

Apa Kabar Pramuka Indonesia?

Entah kenapa di penghujung akhir pekan ini saya dan beberapa anggota keluarga tiba-tiba terlibat dalam sebuah diskusi tentang kegiatan ekstrakulikuler, salah satunya adalah gerakan Pramuka. Bagi anda-anda yang sama sekali belum tahu tentang gerakan Pramuka. Berikut ini adalah sedikit uraian tentang apa itu Pramuka.

Gerakan Pramuka Indonesia merupakan sebuah nama organisasi pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kepanduan di Indonesia. Biasanya, pengkaderan organisasi pendidikan ini dimulai melalui kegiatan ekstrakulikuler yang diselenggarakan di berbagai sekolah mulai dari tingkat SD, SMP, atau bahkan SMA. Kata “Pramuka” sendiri merupakan sebuah singkatan dari praja muda karana yang dapat dipahami sebagai rakyat muda yang suka berkarya.

Pramuka merupakan sebuah sebutan bagi anggota Gerakan Pramuka Indonesia yang meliputi berbagai tingkatan yaitu Pramuka Siaga, Pramuka Penggalang, Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega. Selain itu masih terdapat tingkatan / kelompok anggota lain misalnya Pembina Pramuka, Andalan, Pelatih, Pamong Saka, Staf Kwartir dan Majelis Pembimbing. 

Idealnya, kegiatan kepramukaan bisa menjadi sebuah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga yang dalam pengemasannya bias dikemas menjadi beragam kegiatan yang menyenangkan, sehat, menarik, praktis, dan bertanggung jawab baik dilakukan di dalam maupun di luar ruangan. Tujuannya adalah untuk mewujudkan sistem pendidikan nonformal yang mampu membentuk watak, akhlak dan budi pekerti luhur.
 
Saya pribadi sedikit banyak pernah bergelut dalam organisasi kepanduan yang satu ini. Mulai dari saya masih duduk di bangku sekolah dasar hingga saya lulus dari sekolah menengah atas. Dan selama itu saya merasa semuanya baik-baik saja. Sebagai sekadar informasi saja, saya pernah aktif di gerakan pramuka selama itu juga dipengaruhi oleh faktor dimana pramuka menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler wajib di sekolah saya dulu (baik dari SD, SMP, hingga SMA). Toh kepalang basah, daripada saya merasa terpaksa, saya akhirnya berusaha menikmatinya dan melaksanakan kegiatan kepramukaan dengan sepenuh hati. Hasilnya, saat itu saya bisa menikmati semua kegiatannya dan melaluinya dengan lancar. Entah kenapa juga pada masa itu, sedikit banyak pramuka menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler yang cukup populer.
 
Sayang sekali, melihat realitas yang ada saat ini saya justru merasa tren popularitas dan pride yang ada dalam kegiatan kepramukaan menurun drastis khususnya bagi pelajar SMA / sederajat. Setidaknya hal tersebut bisa dilihat ketika kegiatan kepramukaan hanya dijadikan sebagai ekstrakulikuler pilihan, jumlah peminatnya di satu sekolah menjadi minim sekali. Intinya, pramuka sudah jelas bukan merupakan kegiatan ektrakulikuler favorit bagi pelajar SMA / sederajat saat ini.
Berdasarkan pengamatan pribadi saya, setidaknya saya mencoba mem-breakdown penyebab menurunnya tren popularitas pramuka menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
 
Pada faktor eksternal, ternyata beragam kegiatan ekstrakulikuler yang ada di berbagai sekolah berkembang jauh lebih dinamis dibandingkan dengan kegiatan kepramukaan yang ada. Melihat kondisi saat ini, beragam kegiatan ekstrakulikuler berkembang dan berlomba-lomba untuk menjadi lebih menarik, mampu mendatangkan prestasi, dan memperkuat positioning dan nilai pride mereka. Ambilah contoh ketika ada seorang anak dari ekstrakulikuler bola basket mereka mengenakan celana basket, jaket parasit, sepatu basket, lengkap dengan berbagai aksesoris berupa handband, headband, hingga armband. Semua itu mampu membawa imajinasi orang bahwa anak tersebut adalah seorang pemain basket. Dan yang lebih penting, bagi si anak semua itu mampu menghadirkan suatu kebanggaan tersendiri.
 
Atau ambillah contoh lain misalnya dengan mereka yang bergabung dalam ekstrakulikuler pleton inti (dalam beberapa sekolah sering juga disebut sebagai paskibra). Sebagian besar dari mereka juga memiliki ciri khas yang biasanya bisa mendatangkan nilai pride tersendiri misalnya tampilan rapi, badan yang atletis, dan semangat solideritas yang tinggi. Tidak hanya itu, eksistensi dari ekstrakulikuler ini juga didukung oleh adanya lomba baris berbaris yang rutin digelar setiap tahunnya serta usaha mencapai impian menjadi seorang anggota paskibraka.
 
Begitu juga dengan tren meningkat pesatnya kegiatan pecinta alam sebagai kegiatan ekstrakulikuler. Mereka juga memiliki ciri khas yang kuat, misalnya sepatu tracker, celana gunung, karabiner yang bergelantung di ikat pinggang, dan gelang prusik. Dalam ilmu marketing, aksesoris semacam itu mampu membawa brand recall yang kuat pada seseorang yang membangun personal branding-nya sebagai seorang pegiat pecinta alam. Lebih dari itu, kegiatan kelompok pecinta alam di berbagai sekolah bahkan mampu melahirkan bibit-bibit muda yang siap disemai yang kemudian tumbuh menjadi atlet-atlet panjat dinding/tebing profesional.
 
Mungkin dari tiga contoh kegiatan ekstrakulikuler diatas terkesan sangat populis. Tapi menurut pengamatan saya pribadi, pilihan ekstrakulikuler seorang siswa di masa ini tidak hanya ditentukan oleh konten apa saja yang ada di dalam kegiatan tersebut. Pemilihan kegiatan ekstrakulikuler sangat erat hubungannya dengan eksistensi seorang anak dalam lingkungan pergaulan. Hal tersebut juga rasanya belum seberapa dibandingkan dengan beberapa kegiatan yang erat hubungannya dengan lifestyle misalnya fotografi, modern dance, Japanese club (meliputi klub bahasa Jepang dimana kegiatannya bisa juga berkembang meliputi fashion, kuliner, dan lain sebagainya). Sederhananya, pilihan kegiatan ekstrakulikuler menunjukkan kepada orang lain sebagai siapa dan apa seorang anak itu ingin dikenal di lingkungannya. Bagaimana dengan pramuka?
 
Berbicara tentang faktor internal, saya merasa dalam beberapa tahun belakangan ini kegiatan kepramukaan terkesan kurang progresif. Sebagai seorang di luar lingkup organisasi kepanduan ini (outsider), saya tidak melihat ada terobosan-terobosan baru yang muncul secara signifikan. Entah kenapa menurut saya kegiatan pramuka di lapangan dari zaman saya masih duduk di bangku sekolah dasar hingga saat ini masih saja berkutat dengan pelajaran tali temali dengan tali pramuka, nyanyi bersama-sama, tepuk tangan, baris berbaris, pelatihan pertolongan pertama, hiking, dan kemah (semoga persepsi saya sebagai outsider ini salah).
 
Dari semua hal itu, beragam kegiatan ekstrakulikuler di luar pramuka menawarkan sesuatu yang lebih dalam dan menjanjikan. Taruhlah contoh kita berbicara tentang kegiatan luar ruang yang bertema petualangan. Ketika pramuka “hanya” menawarkan pelajaran tali temali, hiking, dan kemah misalnya. Mereka yang bergabung di kelompok pecinta alam mendapatkan pengalaman yang lebih misalnya dari kegiatan mountaineering, caving, climbing, trekking, survival, dan lain sebagainya. Sebagai “bonus” kegiatan climbing jika digeluti dengan serius bisa menjadi prestasi yang menjanjikan. Begitu juga dengan kegiatan baris berbaris dan pelatihan pertolongan pertama. Rasanya bergabung dengan pleton inti (atau paskibra) dan Palang Merah Remaja lebih menjanjikan baik dari segi pengalaman maupun prestasi.
 
Ketika saya ditanya apa solusinya, saya juga masih bingung. Di satu sisi untuk merespon adanya perkembangan zaman baik dari segi teknologi hingga lifestyle masyarakat, Gerakan Pramuka Indonesia mau tidak mau harus berubah jika ingin terus eksis dan meningkat daya tariknya. Namun jika memang akan berubah, terlalu banyak tantangan yang dihadapinya, baik dari segi kepengurusan yang didominasi oleh mereka yang  sudah cukup “berusia” ditambah dengan pola pikir mereka di masa muda yang jelas berbeda dengan kondisi saat ini maupun dari segi tone and manner. Gerakan pramuka Indonesia merupakan sebuah gerakan kepanduan yang sudah cukup “berusia” sehingga tidak mudah untuk melakukan suatu perubahan secara drastis di dalamnya. Hal tersebut sejalan dengan prinsip dalam ilmu marketing bahwa melakukan rebranding pada sebuah brand baik itu produk ataupun institusi yang sudah dalam tahap mature jelas lebih sulit dan beresiko dibandingkan pada brand yang masih berusia muda atau dalam tahap growth.
 
Entah sepuluh atau dua puluh tahun lagi mungkin saya akan menanyakan hal yang sama. Apa kabar pramuka Indonesia?


__________
*)  Tulisan ini saya tulis murni berdasarkan hasil pengamatan saya dan olah pikir saya yang jelas tidak lepas dari subjektivitas. Selain itu, tulisan ini tidak mewakili institusi apapun dimana saya bergabung baik sebagai pengurus maupun anggota.
**)  Gambar yang ada dalam tulisan saya kali ini saya dapatkan secara acak di mesin pencari google. Hak cipta  bukan berada di saya namun ada di masing-masing alamat dimana saya mengambil gambar tersebut.

No comments:

Post a Comment