Monday, March 28, 2011

Perempuan, Sepatu, dan Laki - Laki Pilihan

Akhir pekan lalu, pacar saya dan mama-nya menghabiskan waktu dengan cara jalan-jalan di beberapa pusat perbelanjaan. Dua hari berturut-turut, acara jalan-jalan itu selalu diisi dengan aktivitas “berburu” sepatu. Sama halnya dengan mama dan tante saya sendiri, beberapa waktu yang lalu mereka menghabiskan waktu lebih dari 3 jam hanya untuk melakukan aktivitas yang sama, “memburu” barang yang sama yaitu sepatu.

Mungkin acara seperti itu adalah wujud konkret “quality time” yang sangat menyenangkan bagi sebagian besar perempuan. Jadi jangan heran jika mereka punya stamina yang luar biasa saat berada di sebuah department store atau shoes counter. Jika dianalogikan, mungkin seperti singa yang berada di sebuah padang rumput yang penuh dengan kawanan rusa. Jadi jelas, jangan pernah meremehkan stamina kaum hawa dalam hal yang satu ini. Hehehe...

Omong-omong tentang perempuan dan sepatu, saya jadi ingat sebuah guyonan lawas tentang perempuan, sepatu, dan laki-laki pilihan. Guyonan lawas ini bercerita tentang bagaimana sebenarnya perempuan itu memilih sepatu seperti dia memilih laki-laki untuk membangun suatu hubungan. Analoginya memilih model sepatu tentu berdasarkan suatu tujuan tertentu begitu juga dengan memilih laki-laki. Dalam hal ini kita abaikan perempuan-perempuan yang memilih sepatu dan memilih laki-laki secara random (kalaupun ada). 

Untuk tujuan “pameran”, kebanggaan, dan mendongkrak gengsi perempuan, sepasang stiletto seksi dari Manolo Blahnik atau Christian Louboutin (misalnya) jelas akan menunjukkan status anda sebagai seorang perempuan yang seksi, anggun, dan berkelas.Tidak hanya di ruangan pesta atau lantai dansa, bahkan sampai di atas ranjang sekalipun. Namun silakan dibayangkan bagaimana siksaan yang anda rasakan ketika anda terus mengenakan sepatu ini dari waktu ke waktu, bayangkan bagaimana seluruh otot kaki anda bekerja luar biasa keras, dan bayangkan bahwa sedikit saja anda salah melangkah anda bisa oleng atau bahkan terjerembab.

Sama dengan memilih seorang laki-laki dengan otak yang brilian, badan atletis, muka rupawan, dan mapan baik secara sosial, psikologi, maupun ekonomi. Kaum adam kualitas atas inilah yang dianalogikan seperti stiletto, “mahal” dan hanya tersedia dalam jumlah yang terbatas a.k.a limited edition. Dalam hal ini “mahal” tidak sama dengan anda harus mengeluarkan uang untuk membayar kemudian anda bisa mendapatkannya, namun lebih kepada effort yang harus anda keluarkan untuk memenangkan persaingan dengan sesama kaum hawa yang juga menginginkan laki-laki yang sama. Tidak hanya itu, ketika anda sudah mendapatkannya masih ada “siksaan” yang akan terus menghantui anda. Misalnya di satu sisi anda berpuas hati dan bangga melihat muka iri perempuan-perempuan lain memandang anda bergandengan dengan laki-laki ini namun di sisi lain anda juga menghadapi ancaman ketika banyak perempuan-perempuan itu menginginkan laki-laki yang sudah menjadi milik anda ini. Belum lagi anda harus selalu berusaha untuk terus menjadi sempurna misalnyaa secara visual, dengan diet ketat contohnya. Tentu anda tidak ingin mendengar omongan orang tentang bagaimana bisa seorang laki-laki yang nyaris sempurna itu mau menjalin hubungan dengan perempuan gembrot dan pemalas seperti anda. Intinya anda harus terus waspada, sedikit kelengahan bisa membuat laki-laki anda terpikat dengan perempuan lain. Tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki ini diajak membina hubungan yang serius, asalkan anda harus memiliki effort yang lebih untuk mengimbangi dan mempertahankannya.

Untuk tujuan senang-senang, hiburan, dengan sedikit “pameran” mungkin sepasang flat shoes cantik tepat untuk dijadikan partner ketika anda mau jalan-jalan di mall, nonton film, atau sekadar berkumpul dengan teman-teman di sebuah cafĂ©. Sepatu ini sifatnya kasual, nyaman dipakai, lucu, relatif lebih murah (jika dibandingkan dengan stiletto), gampang didapat namun juga lebih gampang rusak.  Sehingga jangan heran jika usia pemakaiannya relatif singkat.

Yang bisa dianalogikan sebagai flat shoes ini adalah cowok-cowok yang banyak tersedia di sekitar anda. Kenapa cowok dan bukan laki-laki? Cowok adalah ABG laki-laki yang terjebak dalam raga pria dewasa (setidaknya dalam perspektif saya pribadi). Mereka bisa berwujud sebagai laki-laki yang lucu, imut, atau bahkan sedikit nakal dan liar (bad boys). Menarik bukan? Sayangnya dari berbagai aspek sebagian besar dari mereka masih belum matang, cengeng, manja, dan phobia terhadap komitmen. Ingin tahu seperti apa mereka, silakan masuk di akun jejaring sosial anda dan lihat ada banyak sekali cowok-cowok macam ini yang masing sering meratapi dan mencurahkan kisah cinta mereka di jejaring sosial itu. Bagi perempuan-perempuan yang masih suka “bermain” mungkin mereka adalah pilihan yang tepat, tapi tidak tepat bagi mereka yang ingin memiliki hubungan serius dengan rentang waktu yang panjang.

Selanjutnya bagaimana dengan yang memilih sepatu kerja / kantoran (pantofel)? Kesan pertama yang timbul pasti konservatif, serius, sederhana, namun nyaman, resmi, dan tidak menyalahi aturan. Sepatu ini tidak se-seksi stiletto dan se-nyaman flat shoes namun lebih nyaman daripada stiletto dan lebih resmi daripada flat shoes. Harganya juga relatif murah dan tersedia dalam jumlah yang besar. Anda masih bisa tampil menawan jika anda bisa “meramu” sepatu ini dengan pakaian yang tepat.

Memilih sepatu ini mirip dengan memilih laki-laki untuk diajak menjalin hubungan yang serius tanpa harus terlalu banyak mengeluarkan effort yang lebih. Meskipun anda terikat beragam aturan dan ada kebebasan yang “disunat” namun anda akan relatif merasa lebih aman karena laki-laki ini tidak phobia terhadap komitmen dan tersedia dalam jumlah yang besar sehingga anda tidak perlu takut akan persaingan yang sangat keras melawan sesama kaum hawa.

Sebenarnya masih ada banyak jenis sepatu yang beredar di pasaran yang mungkin bisa dipilih oleh para perempuan mulai dari sneakers yang sangat casual, boots yang terkesan berat, hingga wedges yang menurut saya agak wagu. Begitu juga dengan laki-laki yang ada di luar sana yang juga sangat beragam. Silakan kembangkan guyonan lawas ini dan ceritakan lagi kepada saya.

Saya jelas bukan seorang laki-laki feminis yang menceritakan kembali guyonan lawas tentang perempuan, sepatu, dan laki-laki pilihan ini dengan maksud menganalogikan laki-laki yang diinjak-injak oleh perempuan. Toh meskipun diinjak, sepatu juga sifatnya melindungi dan erat kaitannya dengan harga diri dan gengsi seorang perempuan. Saya menuliskan kembali guyonan lawas ini karena saya “diingatkan” oleh perempuan-perempuan yang ada di sekitar saya.

6 comments:

  1. analogi yang lumayan tepat, yang jelas sebagai perempuan, kami membutuhkan sepatu yang nyaman... keep posting
    :)

    ReplyDelete
  2. kenapa pria cenderung tidak menyukai wedges? padahal bagi perempuan, wedges bisa jadi pilihan untuk membuat kaki terlihat lebih jenjang karena tingginya, sekaligus lebih nyaman digunakan karena tidak semenyiksa stiletto. :)

    ReplyDelete
  3. Aku kurang tahu Dam untuk alasan laki-laki secara umum mengapa mereka tidak menyukai wedges. Aku tidak pernah benci dengan perempuan yang menggunakan wedges, tapi memang aku tidak suka. :p

    Bagiku, perempuan yang menggunakan wedges adalah perempuan yang malas. Mereka mau menikmati efeknya tapi tidak mau merasakan penderitaannya. Tapi diluar itu semua, bagiku stiletto memang pada dasarnya jauh lebih seksi serta tidak terkesan penuh dan padat seperti wedges. :)

    ReplyDelete
  4. gua lebih suka perempuan pakai wedges, secara tehnis stiletto lebih berbahaya, bayangkan kalau ditempat padat jari kaki ketusuk paku 10 centi, bete banget.

    ReplyDelete
  5. pria tidak suka wedges karena wedges bikin tinggi perempuan tanpa terlihat mencolok, dan itu bikin minder lelaki, padahal di korea laki laki banyak yang pakai wedges juga, bisa berupa ganjalan bantalan didalam sepatu atau sol tebal, sepatu standard TNI pun punya sol yang bisa bikin tinggi pemakainya 3 centimeter (punya dirumah)

    ReplyDelete